DOSEN
PENGASUH
Drs.
Ruslan , M.ag
|
TUGAS
TERSTRUKTUR
ILMU
TAFSIR
|
QIRA’AT
OLEH
:
RANDA
AGUSTINA
1101110015
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH
AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH
BANJARMASIN
2012
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Qira’at
Qira’at (قرائات) adalah bentuk jamak dari kata qira’ah (قراءة)yang secara
bahasa berarti bacaan. Adapun menurut istilah : ilmu yang mempelajari tata cara
menyampaikan/membaca kalimat-kalimat Al-Qur’an dan perbedaan-perbadaannya yang
disandarkan kepada orang yang menukilnya.[1]
Dan secara istilah, Al-zarqani mengemukakan
definisi qira’at sebagai berikut :
مذهب يذهب اٍليه اٍمام من أىٍـمة القراء مخالفا به غيره فى النطق بالقرأن
الكريم مع التفاق الروايات والطرق عنه سواء أكـانت هذه المخالفة فى نطق الحروف أم
فى نطق هيئاتها
Artinya :
“Suatu
mazhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbada dengan lainnya dalam
pengucapan Al-Quran Al-Karim serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalur
daripadanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf-huruf maupun dalam
pengucapan keadaan-keadaannya”.
Definisi ini mengandung tiga unsur pokok. Pertama,
qira’at dimaksud menyangkut bacaan ayat-ayat. Cara membaca Al-Qur’an berbeda
dari satu imam dengan imam qira’at lainnya. Kedua, cara bacaan yang
dianut dalam suatu mazhab qira’at didasarkan atas riwayat, dan bukan atas qiyas
atau ijtihad. Ketiga, perbadaan antara qira’at-qira’at bisa terjadi
dalam pengucapan huruf-huruf dan pengucapannya dalam berbagai keadaan.[2]
Rasul SAW bersabda :
اٍن هذا القرأن انزل على سبعة احرف فاقرؤا ماتيسر منه. {رواه البخارى
ومسلم}
Artinya :
“sesungguhnya
Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf (cara bacaan), maka bacalah apa yang
menurut kalian mudah” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Para
sahabat tidak semuanya mengetahui semua cara membaca Al-Qur’an. sebagian
mengambil satu cara bacaannya dari Rasul, sebagian mengambil dua cara, dan yang
lainnya mengambil lebih, sesuai dengan kemampuan dan kesempatan masing-masing.
Para sahabat berpencar ke berbagai kota dan daerah dengan membawa dan
mengajarkan cara baca yang mereka ketahui sehingga cara baca menjadi populer di
kota atau daerah tempat mereka mengajarkannya. Sehingga terjadilah perbedaan
cara baca Al-Qur’an dari suatu kota ke kota yang lain. Kemudian, para tabi’in
menerima cara baca tertentu dari sahabat tertentu. Para tabi’it tabi’in
menerimanya dari tabi’in dan meneruskannya pula kepada generasi berikutnya.
Dengan demikian tumbuhlah berbagai qira’at yang kesemuanya berdasarkan riwayat.
Hanya saja, sebagian menjadi popular dan yang lain tidak, riwayatnya juga
sebagian mutawatir dan yang lainnya tidak.[3]
B. Hubungan Antara Al-Qur’an dan Qira’at
Imam
Az-Zarkasyi berkata ;” Al-Qur’an dan qira’at adalah dua hakekat yang berbeda.
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai bukti
kerasulan dan mukjizat. Sedangkan qira’at yaitu perbedaan lafadz-lafadz
tersebut dalam huruf-hurufnya dan tata cara pengucapannya: dari takhfif,
tasydid dan yang selainnya. Dan untuk qira’at harus melalui talaqqi dan
musyafahah, karena dalam qira’at banyak hal-hal yang tidak bisa dibaca kecuali
dengan mendengar langsung dari syekh dan musyafahah.
·
Al-Qori Al-Mubtadi {القارئ
المبتدى}
Al-Qori Al-Mubtadi yaitu orang yang memulai belajar
qira’at dengan mempelajari tiga qira’at terlebih dahulu tanpa menyertakan
qira’at yang lain. Maksudnya : membaca Al-Qur’an dengan qa’idah tajwid yang
baik dan benar setelah hafal Al-Qur’an dengan riwayat hafash. Kemudian setelah
hafalannya mantap, baru mempelajari riwayat Warsy, setelah itu bisa mempelajari
qira’at yang lain.
·
Al-Qori Al-Muntahi {{القارئ
المنتهى
Al-Qori Al-Muntahi ialah orang yang menguasai sebagian
besar qira’at yang masyhur.
·
Al-Muqri {المقرئ}
Al-Muqri ialah orang yang mengusai seluruh qira’at
yang ada. Al-Muqri disebut juga dengan ‘alim bil-qira’ah {العالم بالقرائات}Muqri adalah orang yang telah bertalaqqi
dan musyafahah dengan syekh yang diakui kepakarannya dalam bidang qira’at dari
awal Al-fatihah sampai akhir An-Nas, baik itu dengan qira’at sab’ah atau
asyroh.[4]
C. Perbedaan antara qira’at, riwayat dan
thuruq
Qira’at
adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang
tujuh, sepuluh atau empat belas. Seperti qira’ah Nafi’ qira’ah Ibnu Katsir,
qira’ah Ya’qub dan lain sebagainya.
Sedangkan
riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang perawi dari para
qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya; Nafi’ mempunyai dua
orang perawi, yaitu : Qolun dan Warsy. Maka disebut; riwayat Qolun ‘an Nafi’
atau riwayat Warsy ‘an Nafi’.
Adapun
yang dimaksud dengan thuruq ialah bacaan yang disandarkan kepada “akhdiz” dari
para perawi qurra’; yang tujuh, sepuluh atau empat belas tadi. Misalnya; Warsy
mempunyai seorang murid, yaitu Al-Azroq. Maka disebut dengan; thoriq Al-Azroq
‘an Warsy.[5]
D. Syarat-syarat Qira’at yang mu’tabar dan
jenisnya
Untuk
menangkal penyelewengan qira’at yang sudah mulai muncul, para ulama membuat
persyaratan-persyaratan bagi qira’at yang dapat diterima. Untuk membedakan
antara qira’at yang benar dan qira’at yang aneh (شاذة), para ulama membuat tiga syarat bagi qira’at
yang benar :
Pertama : Qira’at itu sesuai dengan bahasa Arab
sekalipun menurut satu jalan
Kedua : Qira’at itu sesuai dengan salah satu mushaf-mushaf
Utsmani sekalipun secara potensial
Ketiga : Bahwa sahih sanadnya, baik diriwayatkan dari imam
qira’at yang tujuh dan sepuluh, maupun dari imam-imam qira’at yang diterima
selain mereka.[6]
Imam
As-Sayuthi menukil dari ibnul jazari, bahwasanya qira’at dari segi sanad ada
enam macam.
1. Mutawatir ; yaitu qira’at yang diriwayatkan
oleh orang banyak dari orang banyak yang tidak mungkin terjadi kesepakatan di
antara mereka untuk berbohong
2. Masyhur ; yaitu qira’at yang sanadnya
bersambung sampai kepada Rasulullah SAW tetapi hanya diriwayatkan oleh seorang
atau beberapa orang yang adil dan tsiqoh. Sesuai dengan bahasa Qaidah bahasa
Arab dan sesuai dengan salah satu Mashaf Utsmaniyah
3. Ahad ; yaitu qira’at yang sanadnya bersih
dari cacat tetapi menyalahi rasm Utsmani dan tidak sesuai dengan qaidah bahasa
Arab. Juga tidak terkenal dikalangan qurra’ sebagaimana qira’at mutawatir dan
masyhur. Qira’at macam ini tidak boleh dibaca dan tidak wajib meyakininya
4. Syadz ; yaitu qira’at yang cacat sanadnya
dan tidak bersambung sampai Rasulullah SAW
5. Maudhu’ ; yaitu qira’at yang dibuat-buat
dan disandarkan kepada seseorang tanpa dasar
6. Syabih bil Mudraj ; yaitu qira’at yang
mirip dengan mudraj Dari macam-macam hadits, dia adalah qira’at yang di
dalamnya ditambah kalimat sebagai tafsir dari ayat tersebut.
E. Segi-segi perbedaan qira’at
Perbedaan
dalam qira’at tidak lepas dari tiga segi :
Satu : perbedaan dari segi lafadz, tidak mana. Seperti
perbedaan lafadz (الصراط), Qumbul dan Ruawis membaca
dengan “sin” di seluruh Al-Qur’an, yakni : (السراط).
Sementara itu Khalaf ‘an Hamzah membaca dengan isymam antara suara huruf shod
dan zay, baik itu ma’rifah ataupun nakiroh dimana saja berada
Dua : perbedaan dari segi lafadz dan makna semuanya tetapi
bisa digabungkan menjadi satu. Misalnya lafadz (مالك,
ملك) dalm surah Al-Fatihah.
Karena maksud dari dua qira’at ini adalah Allah SWT. Sebab dialah yang
mempunyai hari kiamat dan dia juga rajanya
Tiga : perbedaan dari segi lafadz dan makna tetapi tidak bisa
digabungkan menjadi satu. Namun dua-duanya sesuai dari segi yang lain tanpa
berlawanan. Misalnya :
#Ó¨Lym #sŒÎ) }§t«ø‹tFó™$# ã@ß™”9$# (#þq‘Zsßur öNåk¨Xr& ô‰s% (#qç/É‹à2
Lafadz (كذبوا),
bisa dibaca dengan takhfif seperti diatas, bisa juga dibaca dengan tasydid.
F. Faedah-faedah perbeda’an qira’at
Perbeda’an dalam qira’at mempunyai beberapa
faedah, yaitu :
Pertama; keringanan dan kemudahan bagi umat islam semuanya,
Khususnya kaum Arab pada masa-masa awal yang diajak berdialog oleh Al-Qur’an,
padahal mereka terdiri dari banyak qabilah dan suku. Di antara mereka banyak
terdapat perbedaan logat, tekanan suara, cara penyampaian dan penamaan sebagian
benda
Kedua; Qira’at, baik itu Mutawatir, Masyhur ataupun Syadzzah,
bisa membantu dalam bidang tafsir
Ketiga; lebih tampak mukjizatnya Al-Qur’an dari segi
ringkasnya.
Keempat; termasuk manfaat dari perbedaan qira’at adalah
meluruskan aqidah sebagian orang yang salah faham dalam penafsiran Allah
tentang sifat surge dan penghuninya.
Kelima; merupakan keutamaan dan kemuliaan umat Nabi Muhammad
SAW atas umat-umat pendahulunya.
G. Macam-macam qira’at dari segi jumlah
Sebutan untuk jumlah qira’at ada
bermacam-macam ada qira’at enam . qorta’at tujuh , qira’at delapan, qiro’at
sepuluh, qiroa’at sebelas, qira’at tiga belas dan qora’at empat belas. Tetapi
dari sekian macam jumlah qora’at yang di bukukan , hanya tiga macam qira’at
yang terkenal yaitu :
·
Qira’at sab’ah : ialah qira’at yang di nisbatkan
kepada para iman qurro’ yang tujuh yang mashyur. Mereka adalah Nafi’ , ibnu
katsir , ibnu amru, ibnu amir, ashim, Hamzah , dan Kisa’i.
·
Qiraat asyroh : ialah qira’at sab’ah di atas di tambah
dengan tiga qira’at lagi , yang di sandarkan kepada : Abu ja’far , Ya’qub dan
Khalaf Al-Asyir.
·
Qiraat arba’ asyroh : ialah qira’at asyroh yang lalu
di tambah muhaishin , Al-yazidi , Hasan Al-Bashri dan Al-A’masy.
Dari tiga macam qiroat ini, qiroat sab’ahlah yang
paling mashyur dan tekenal, menyusul qiroat asyroh.
H. Para Qurra
1. Qira’ar Abdullah ibn Katsir ad
dary di Mekkah (wafat tahun 120 H)
Beliau bertemu beberapa
sahabat antaralain : Anas Ibn Malik , Abdullah Ibn Zubair , Abu ayyub
Al-Anshary.
2. Qira’at Nafi’ ibn Abdur Rahman
Ibn Nu’ain di Madinah (wafat tahun 169 H )
Menerima Qira’at dari 70
tabi’in yang telah mempelajari qira’at dari pada Ubay Ibn Ka’ab, Abdullah Ibn
Abbas dan Abu Hurairah .
3. Qira’at Abdullah Al Yashaby yang
terkenal dengan nama Ibnu Amir di syam (wafat
tahun118 H)
Mengambil qira’at dari Al
Mughirah ibn syu’bah Al-machzumy, yang mengambil dari Utsman ibn affan dan
beliau bertemu dengan bebrapa sahabat. Di antara lain An nu’man ibn Basyir
Wailah ibn Asqa’.
4. Qira’at Abu Amr dan Ya’qub Ibn
Amr di Basrah , (wafat tahun154 H).
Beliau menerima qira’at
Mujahid Ibn Jabr, Sa’id Ibn Jubair yang menerima qira’at dari pada Abdullah Ibn
Abbas , yang menerima dari Ubay Ibn Ka’ab.
5. Qira’at ya’qub adalah Ya’qub Ibnu
Ishaq Al-Hadramy (Wafat tahun 205 H).
Menerima qir’at dari pada
Salam Ibn Sulaiman Ath Thawil yang menerima dari pada Ashim dan Abu Amr.
6. Qiraat Hamzah dan Ashim di
Khuffah. Hamzah ialah Ibnu Habib Az-zaijat Maula Ikhrimah ibn Raby At-taimy
(wafat tahun 118 H).
Dia mempelajari qira’at
dari Sulaiman Ibn Mihran Al- a’masj. Yang
menenerima dari Utsman, Ali dan Ibnu
Mas’ud.
7. Qira’at Ashim Ibnu Nadjud
Al-Asady (wafat tahun 127 H).
Mempelajari qira’at pada Zurr
Ibnu Hubaisy yang belajar pada Abdullah ibn Mas’ud.[7]
I.
Perkembangan qira’at
Qira'at sab'ah populer diseluruh
negara Islam pada permulaan abad kedua hijriyah. Di Bashrah orang membaca
menurut qira'at Abi Amr dan Ya'qub. Di Kufah menurut qira'at Hamzah dan Ashim,
di Syam menurut qira'at Ibnu Amir, di Makkah menurut qira'at Ibnu Katsir dan di
Madinah menurut qira'at Nafi'.
DAFTAR PUSTAKA
Zulfidar Akaha Abduh, Al-Qur’an dan
Qira’at, Jakarta. Pustaka Al-Kautsar, 1996
Syadali Ahmad, Ulumul Qur’an I,Bandung
.CV Pustaka Setia, 1997
Hasbi ash shiddieqy, Ilmu2 Alqu’an media2 pokok
dalam mentafsirkan Al-qur’an ,Bulan Bintang , Jogjakarta 1972
[1] Zulfidar Akaha Abduh, Al-Qur’an
dan Qira’at, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1996), hal 118
[2] Syadali Ahmad, Ulumul
Qur’an I, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1997), hal 224-225
[3] Syadali Ahmad, Ulumul
Qur’an I, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1997), hal 226-227
[4] Zulfidar Akaha Abduh, Al-Qur’an
dan Qira’at, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1996), hal 119
[5] Ibid, hal 120
[6] Syadali Ahmad, Ulumul
Qur’an I, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1997), hal 227-228
[7] Hasbi ash shiddieqy, Ilmu2
Alqu’an media2 pokok dalam mentafsirkan Al-qur’an ,Bulan Bintang ,
Jogjakarta 1972 . hal. 134.
0 komentar:
Posting Komentar