DOSEN
PENGASUH
|
TUGAS
TERSTRUKTUR
Ushul
Fiqih
|
MASLAHAH
MURSALAH
OLEH
:
RANDA
AGUSTINA
1101110015
AHMAD
1101110027
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH
AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH
BANJARMASIN
2011
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar……………………………………………………………………..i
Bab
I Pendahuluan......…………………………………………………………….ii
Bab II Pembahasan ……………………………………………………………….iii
A. Pengertian
Maslahah Mursalah……………………………………………1
B. Macam-Macam
Maslahah Mursalah……………………………………....2
C. Kehujjahan
Maslahah Mursalah ……….………………………………....4
D. Alasan
Ulama Menjadikannya Sebagai Hujjah …………………………...5
E. Contoh-
contoh hukum maslahah mursalah ………………………………6
Bab
III penutup…………………………………………………………………..7
A. Daftar
pustaka…………………………………………………………….. 8
BAB
I
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul ”MASLAHAH
MURSALAH” Makalah ini berisikan tentang macam
–macam maslahah mursalah, dan pengertiannya karakteristik serta perspektif.
Makalah ini memberikan informasi kepada kita semua tentan gmaslahah mursalah.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Banjarmasin,18 oktober 2011
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Maslahah Mursalah
Maslahah
mursalah menurut lugat terdiri atas dua kata, yaitu maslahah dan mursalah.Perpaduan dua kata
menjadi ``marsalah mursalah``yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang
dipergunakan menetapkan suatu hukum islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan
yang mengandung nilai baik (bermanfaat).
Dalam
istilah Ulama usul disebut maslahah
mu’tabaroh (masalah yang di akui) dari syari’ , seperti pemeliharaan hidup
manusia di mana syari’ telah mensyariatkan mengenai keharusan hal itu, qishos
bagi pembunuh secara sengaja dan pemeliharaan harta kekayaan mereka ,
sebagaimana syar’I telah mensyariatkan mengenai hal itu dan dera pencuri, baik
laki-laki maupun perempuan. Juga pemeliharaan kehormatan mereka , yang syari’
telah mensyariatkan mengenai hal itu , dera penuduh, dera laki-laki atau
perempuan yang berbuat zina. Jadi masing-masing tersebut, baik pembunuhan
secara sengaja.[1]
Dari
segi bahasa, kata al-maslahah adalah seperti lafazh al-manfa’at, baik artinya
ataupun wazan-nya (timbangan kata) , yaitu kalimat masdhar yang sam artinya
dengan kalimat ash-lahah, seperti halnya lafazh al-manfa’at sama artinya dengan
al-naf’u.[2]
Menurut Abu Nur Zuhair, al-maslahah al-mursalah adalah suatu sifat yang sesuai dengan hukum
, tetapi belum tentu diakui atu tidaknya oleh syara’.[3]
Menurut
Muhammad
Hasbi As-Siddiqi, maslahah adalah Memelihara tujuan syara` dengan jalan
menolak segala sesuatu yang merusakkan makhluk.[4]
Walaupun para ulama berbeda-beda dalam memandang al-maslahah al-mursalah , hakikatnya
adalah satu,yaitu setiap manfaat yang di dalamnya terdapat tujuan syara’ secara
umum , namun tidak terdapat dalil yang secara khusus menerima atau menolaknya.
Di bawah ini akan di bahas beberapa pandanganpara ulama tentang hakikat dan
pengetian al-maslahah al-mursalah.
B.Macam-macam Maslahah Mursalah
Ulama
ushul membagi maslahah kepada tiga bagian, yaitu:
1. Maslahah dharuriyah[5]
Maslahah dharuriyah adalah perkara-perkara yang menjadi tempat tegaknya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan, merajalelalah kerusakan, timbullah fitnah, dan kehancuran yang hebat.
Perkara-perkara ini dapat dikembalikan kepada lima perkara, yang merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
1. Maslahah dharuriyah[5]
Maslahah dharuriyah adalah perkara-perkara yang menjadi tempat tegaknya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan, merajalelalah kerusakan, timbullah fitnah, dan kehancuran yang hebat.
Perkara-perkara ini dapat dikembalikan kepada lima perkara, yang merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
1)
Di antara syri`at yang diwajibkan untuk memelihara Agama adalah kewajiban jihad (berperang
membela agama) untuk mempertahankan akidah Islmiyah. Begitu juga menghancurkan
orang-orang yang suka memfitnah kaum muslimin dari agamanya. Begitu juga
menyiksa orang yang keluar dari agama Islam.
2)
Di antara syari`at yang diwajibkan untuk memelihara Jiwa adalah kewajiban untuk berusaha
memperoleh makanan, minuman, dan pakaian untuk mempertahankan hidupnya. Begitu
juga kewajiban mengqshas atau mendiat orang yang berbuat pidana.
3)
Di antara syari`at yang diwajibkan untuk memelihara Akal adalah kewajiban untuk
meninggalkan minum khamar dan segala sesuatu yang memabukkan. Begitu juga
menyiksa orang yan meminumnya.
4)
Di antara syari`at yang diwajibkan untuk memelihara Keturunan adalah kewajiban untuk
menghidarkan diri dari berbuat zina. Begitu juga hukuman yang dikenakan kepada
pelaku zina, laki-laki atau perempuan.
2. Maslahah
Hajjiah
Maslahah hajjiyah[6] ialah, semua bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak terkait dengan dasar yang lain (yang ada pada maslahah dharuriyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap juga terwujud, tetapi dapat menghindarkan kesulitan dan menghilangkan kesempitan``
Maslahah hajjiyah[6] ialah, semua bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak terkait dengan dasar yang lain (yang ada pada maslahah dharuriyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap juga terwujud, tetapi dapat menghindarkan kesulitan dan menghilangkan kesempitan``
Hajjiyah ini tidak rusak dan terancam, tetapi hanya menimbulkan
kepicikan dan kesempitan, dan hajjiyah
ini berlakudalam: lapangan ibadah, adat,
muamalat, dan bidang jinayat.
§ Dalam hal ibadah misalnya, qashar shalat, berbuka puasa bagi yang musafir.
§ Dalam adat dibolehkan berburu,
memakan, dan memakai yag bak-baikb dan yang indah-indah.
§ Dalam hal muamalat,
dibolehkan jual-beli secara salam, dibolehkan talak untuk menghindarkan
kemaslahatan dari suami-istri.
§ Dalam hal uqubat/jinayat, menolak hudud lantaran adalah kesamaan-kesamaan
pada perkara.
§ Termasuk dalam hal hajjiyah ini, memelihara kemerdekaan
pribadi, kemerdekaan beragama.
Sebab dengan adanya kemerdekaan pribadi dan
kemerdekaan beragama, luaslah gerak langkah hidup manusia. Melarang/mengharamkan
rampasandan penodongan termasuk juga dalam hajjiyah.
3. Maslahah
tahsiniyah
Maslahah tasiniyah,[7] ialah mempergunakan semua yang layak dan pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan dicakup oleh bagian mahasinul akhlak.
Tahsiniyah juga masuk dalam lapangan ibadah misalnya, kewajiban bersuci dari najis,penutup aurat,memakai pakaian yang baik-baik ketika akan shalat mendekatkan diri kepada Allah melalui amalan-amalan sunah, seperti shalat sunah, puasa sunah, bersedekah dan lain-lain.
Lapangan adat, seperti menjaga adat makan, minum, memilih makanan-makanan yang baik-baik dari yang tiak baik/bernajis.
Maslahah tasiniyah,[7] ialah mempergunakan semua yang layak dan pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan dicakup oleh bagian mahasinul akhlak.
Tahsiniyah juga masuk dalam lapangan ibadah misalnya, kewajiban bersuci dari najis,penutup aurat,memakai pakaian yang baik-baik ketika akan shalat mendekatkan diri kepada Allah melalui amalan-amalan sunah, seperti shalat sunah, puasa sunah, bersedekah dan lain-lain.
Lapangan adat, seperti menjaga adat makan, minum, memilih makanan-makanan yang baik-baik dari yang tiak baik/bernajis.
§ Dalam lapangan muamalah, misalnya larangan menjual benda-benda yang bernajis,
tidak memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi dari kebutuhannya.
§ Dalam lapangaan uqubat, misalnya dilarang berbuat curang dalam timbangan ketika berjual beli, dalam peperangan tidak
boleh membunuh wanita, anak-anak, pendeta, dan orang-orang yang sudah lanjut
usia.
Imam Abu Zahrah[8],
menambahkan bahwa termasuk lapangan tahsiniyah, yaitu melarang wanita-wanita
muslimat keluar kejalan-jalan umum memakai pakaian-pakaian yang seronok atau
perhiasan yang mencolok mata. Sebab hal ini bisa menimbulkan fitnah di kalangan
masyarakat banyak yang pada gilirannya akan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan oleh keluarga dan terutama oleh agama. Selanjutnya dikatakan bahwa
adanya larangan tersebut bagi wanita sebenarnya merupakan kemuliaan baginya
untuk menjaga kehormatan dirinya agar tetap bisa menjadi wanita-wanita yang
baik menjadi kebanggaan
C .Kehujjahan Maslahah mursalah
Dalam kehujjahan maslahah mursalah,
terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama ushul di antaranya :
·
Maslahah mursalah tidak dapat menjadi hujjah/dalil menurut
ulam-ulama syafi`iyyah,ulama hanafiyyah, dan sebagian ulama malikiyah seperti
ibnu Hajib dan ahli zahir .
·
Maslahah mursalah dapat menjadi hujjah/dalil menurut
sebagian ulama imam maliki dan sebagian ulam syafi`i, tetapi harus memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh ulama-ulama ushul. Jumhur Hanafiyyah
dan syafi`iyyah mensyaratkan tentang maslah ini, hendaknya dimasukkan dibawah
qiyas, yaitu bila terdapat hukum ashl yang dapat diqiyaskan kepadanya dan juga
terdapat illat mudhabit (tepat), sehiggga dalam hubungan hukumitu terdpat
tempat untuk merealisir kemaslahatan.
Berdasarkan
pemahaman ini, mereka berpegang pada kemaslahatan yang dibenarkan syara`,
tetapi mereka lebih leluasa dalam menganggap maslahah yang dibenarkan syara`
ini, karena luasnya pengetahuan mereka dalam soal pengakuan Syari` (Allah)
terhadap illat sebagai tempat bergantungnya hukum, yang merealisir
kemaslahatan.
Hal
ini hampir tidak ada maslahah mursalah yang tidak memiliki dalil yang mengakui
kebenarannya.Imam Al-Qarafi berkata tentang maslahah mursalah `` Sesungguhnya berhujjah dengan maslahah
mursalah dilakukan oleh semua mazhab, karena mereka membedakn antara satu
dengan yang lainnya karena adanya ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat``.[9]
Diantara ulama yang paling banyak melakuakn atau menggunakan maslahah mursalah ialah Imam Malik dengan alasan; Allah mengutus utusan-utusannya untuk membimbingumatnya kepada kemaslahahan.
Kalau memang
mereka diutus demi membawa kemaslahahn manusia maka jelaslah bagi kita bahwa
maslahah itu satu hal yang dikehendaki oleh syara`/agama mengingat hukum Allah diadakan
untuk kepentingan umat manusia baik dunia maupun akhirat.
D. Alasan ulama
menjadikannya sebagai hujjah
Jumhur ulama berpendapat bahwa maslahah mursalah hujjah syara’ yang dipakai sebagai landasan penetapan hukum. Karma kejadian tersebut tidak hukumnya dalam nash, hadist, ijma’ dan qiyas. Maka dengan ini maslahah mursalah ditetapkan sebagai hukum yang dituntut untuk kemaslahatan umum. Alasan mereka dalam hal ini antara lain :
Jumhur ulama berpendapat bahwa maslahah mursalah hujjah syara’ yang dipakai sebagai landasan penetapan hukum. Karma kejadian tersebut tidak hukumnya dalam nash, hadist, ijma’ dan qiyas. Maka dengan ini maslahah mursalah ditetapkan sebagai hukum yang dituntut untuk kemaslahatan umum. Alasan mereka dalam hal ini antara lain :
1) kemaslahatan umat manusia itu selalu
baru dan tidak ada habisnya, maka jika hukum tidak ditetapkan sesuai dengan
kemaslahatan manusia yang baru dan sesuai dengan perkembangan mereka, maka
banyak kemaslahatan manusia diberbagai zaman dan tempat menjadi tidak ada. Jadi
tujuan penetapan hukum ini antara lain menerapkan kemaslahatan umat manusia
sesuai dengan zamannya.
2) Orang yang mau meneliti dan menetapkan hukum
yang dilakukan para sahabat nabi, tabi’in, imam-imam mujtahid akan jelas, bahwa
banyak sekali hokum yang mereka tetapkan demi kemaslahatan umum, bukan karena
adanya saksi yang dianggap oleh syar’i.
Seperti yang dilakukan oleh abu bakar dalam mengumpulkan berkas-berkas yang tercecer menjadi suatu tulisan al-qur’an, dan memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat, lalu mengangkat umar bin khattab sebagai gantinya. Umar menetapkan jatuhnya talaq tiga dengan sekali ucapan, menetapkan kewajiban pajak, menyusun administrasi, membuat penjara dan menghentikan hukuman potong tangan terhadap pencuri dimasa krisis pangan. Semua bentuk kemaslahatn tersebut menjadi tujuan diundangkannya hukum-hukum sebagai kemaslahatan umum, karna tidak ada dalil syara’ yang menolaknya.
Seperti yang dilakukan oleh abu bakar dalam mengumpulkan berkas-berkas yang tercecer menjadi suatu tulisan al-qur’an, dan memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat, lalu mengangkat umar bin khattab sebagai gantinya. Umar menetapkan jatuhnya talaq tiga dengan sekali ucapan, menetapkan kewajiban pajak, menyusun administrasi, membuat penjara dan menghentikan hukuman potong tangan terhadap pencuri dimasa krisis pangan. Semua bentuk kemaslahatn tersebut menjadi tujuan diundangkannya hukum-hukum sebagai kemaslahatan umum, karna tidak ada dalil syara’ yang menolaknya.
E.Contoh-
contoh hokum yang ditetapkan berdasarkan
maslahah mursalah
Beberapa hukum yang di
tetapkan oleh sebagian Ulama ahli hokum berdasarkan maslahah mursalah.
1)
Di terimanya
kesaksian anak kecil terhadap temannyadalam suatu kejadian yang tidak di hadiri
orang lain.[10]
2)
Terhalangnya
isteri yang di kawini oleh laki-laki sakit yang membawa kematiannya, dari
mewarisi hartanya. Yaitu perkawinan yang bertujuan agar perempuan (isteri)
tersebut dapat memperoleh harta warisan. Demikian menurut sebagian ahli hukum.[11]
3)
Pencatatan
perkawinan dalam undang-undang perkawina di Indonesia.[12]
BAB
III
PENUTUP
Sesungguhnya
beramal dengan maslahah mursalah menuurut mereka yang berhujjah dengannya,
adalah ketika tidak di temukan hokum pada nash dan ijma’. Maka apabila terdapat
dalam nash yang qath’I atau terdapat dalam ijma’ maka tidak boleh beramal
dengan maslahah mursalah. Sebab ia merupakan kemaslahatan yang di hasilkan dari
dugaan saja.yang timbul dari pikiran yang sesat atau brupa kebaikan yang
bersifat, tidak langgeng ,berupa manfaat yang cepat hilang, atau manfaat yang
di ragukan terwujudnya . maka tidak boleh di dirikan maslahah di depan nash
yang dating dari Allah yang Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul wahab khallaf. Kaidah-kaidah hukum
islam.PT.RajaGrafindo Persada.Jakarta.1996
Rachmat syafe’I, ilmu ushul fiqih, Pustaka Setia,
Bandung, 2007,
Muhammad Abu Nur Zuhair , IV.hal 85
Hasbi As-shiddieqy. Falsafah hokum islam. Bulan
Bintang Jakarta . Jogjakarta 1975.
Syarmin Syukur. Sumber sumber hokum islam .
Al-ikhlas. Surabaya.1993.
Mustafa
Ahmad Al-zarqa. Hukmum islam dan perubahan social. Riora Cipta . Jakarta.2000
Hallaq Wael B.
Hallaq. Sejarah teori hukum islam. PT. Raja Grafindo Persada , Jakarta.2001.hal
165
[1]
Abdul wahab khallaf. Kaidah-kaidah hukum islam.PT.RajaGrafindo Persada.Jakarta.1996.hal
127
[2]
Rachmat syafe’I, ilmu ushul fiqih, Pustaka Setia, Bandung, 2007, hal 117
[3]
Muhammad Abu Nur Zuhair , IV.hal 85
[4]
Hasbi As-shiddieqy. Falsafah hokum islam. Bulan Bintang Jakarta . Jogjakarta
1975. Hal 329
[5]Syarmin
Syukur. Sumber sumber hokum islam . Al-ikhlas. Surabaya.1993.hal 180-181
[6]
Mustafa Ahmad Al-zarqa. Hukmum islam dan perubahan social. Riora Cipta .
Jakarta.200.hal 38
[7] Hasbi
As-shiddieqy. Falsafah hokum islam. Bulan Bintang Jakarta . Jogjakarta 1975.
Hal 187
[8]
Ibid . 188
[9]
Wael B. Hallaq. Sejarah teori hukum islam. PT. Raja Grafindo Persada ,
Jakarta.2001.hal 165
[10]
Syarmin Syukur. Sumber sumber hokum islam . Al-ikhlas. Surabaya.1993.hal.203
[11]
Ibid. 204
[12]
Ibid . 205
0 komentar:
Posting Komentar